Home Klik Di Bawah

Jumaat, 6 Disember 2013

Hujan Adalah Tentera ALLAH Membinasakan Orang-orang Yang Derhaka

Akhir-akhir ini berbagai penjuru negeri kita sering dilanda bencana dan petaka. Salah satu penyebab datangnya bencana ialah air hujan. Fenomena yang sering terjadi di depan mata kita ini adalah bukti nyata bahwa hujan yang sedia kala adalah wujud dari rahmat Allah, namun bisa saja berubah menjadi tentara Allah yang membinasakan orang-orang yang durhaka kepada-Nya. Dengan demikian, hujan bagaikan pisau bermata dua, bisa menguntungkan dan bisa mencelakakan.

Di antara bukti sejarah akan fungsi hujan yang kelima ini ialah kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Bagaimana dengan hujan yang turun dari langit, Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas keangkuhan kaum nabi Nuh ‘alaihissalam .
 
 

فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاء بِمَاء مُّنْهَمِرٍ {11} وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاء عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ - القمر: 11-12

“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al Qamar: 11-12)

Dan seperti yang Anda saksikan dan mungkin juga pernah rasakan, bila hujan telah berubah menjadi tentara Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak ada kekuatan yang dapat membendungnya.

وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ {42} قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاء قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

“Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir. Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)

Memahami fungsi hujan yang bagaikan pisau bermata dua, dahulu Nabi e bila menyaksikan mendung beliau begitu kawatir dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berkata,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan mendung ini.”
dan bila hujan telah turun beliau berdoa,

اللهُم صَيباً نَافعاً

“Ya Allah jadikanlah hujan ini hujan yang bermanfaat.” (HR. Bukhari, Abu Daud, dan lainnya.
Saudaraku, fenomena yang sekarang terjadi di negeri kita sudah sepantasnya mengetuk pintu hati kita. Betapa negeri kita yang dahulu gemah ripah loh jinawi namun sekarang semua seakan tinggal kenangan. Di musim kemarau, sawah-sawah puso dan banyak dari saudara kita yang kekeringan sehingga kesulitan mendapatkan air, walau hanya sekedar untuk minum. Namun di musim hujan kondisi ternyata tidak berubah, sawah-sawah tetap saja banyak yang puso dan banyak dari saudara kita yang menderita, bukan karena kekeringan namun karena kebanjiran, tanah longsor atau lainnya.

Mungkinkah ini sebagai bukti nyata bahwa air hujan yang sedianya membawa keberkahan, kini tidak lagi membawanya, namun sebaliknya membawa murka Allah Azza wa Jalla. Tentu semua ini terjadi karena ulah tangan kita, kekufuran, kemunafikan, dan kemaksiatan yang kian hari semakin meraja lela.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Ruum: 41)

Saat ini, kita sebagai penduduk dunia tengah merasakan dampak dari ulah tangan kita sendiri, kekeringan, banjir, dan tanah longsor, terjadi di mana-mana. Walau demikian, kita tidak segera menyadari kesalahan, dan bahkan terus mencari kambing hitam atas petaka yang menghimpit. Bukannya mengakui bahwa kerusakan iman, akhlak, dan mentalitas kita adalah biang segalanya. Namun kita malah mengkambing hitamkan alam, sehingga dengan hati yang dingin kita berkata, “Pemanasan global atau ungkapan serupa.”

Keserakahan telah mendorong kita untuk bersikap membabi buta, menghalalkan segala macam cara dan memanfaatkan kekayaan alam dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab. Keserakahan ini terjadi karena adanya kepanikan dalam urusan rezeki. Kita menduga bahwa bila tidak membabi buta maka tidak mungkin bisa menikmati kekayaan, atau akan digilas oleh roda kehidupan yang terus berputar.

Andai kita dapat menangkap berbagai pelajaran yang telah Allah Ta’ala sisipkan pada berbagai kejadian di sekitar kita niscaya petaka tidak akan mengimpit kehidupan kita. Rezeki Anda hanya Anda yang dapat menikmatinya, dan tidak mungkin ada kekuatan yang dapat merampasnya dari mulut Anda. Sebagaimana Anda pun tidak akan kuasa merampas rezeki saudara Anda, atau mendatangkan rezeki yang bukan milik Anda.

Kerakusan yang telah menyelimuti jiwa kita ini bukannya menyegerakan datangnya rezeki atau melipatgandakannya. Namun keserakahan jiwa malah menjadi awal dari datangnya bencana dan petaka.
إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع متفق عليه

“Sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (tanpa serakah atau atas kerelaan pemiliknya), niscaya hartanya tersebut diberkahi. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (rakus), niscaya hartanya tersebut tidak diberkahi, dan permisalannya bagaikan orang yang makan namun tidak pernah merasa kenyang.." (Muttafaqun 'alaih)

Tulisan: Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri (Indonesia)
 pakat-pakatkalih.blogspot.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan