Selasa, 10 Disember 2013

Fitrah Sebuah Kehidupan

Perpisahan.

Apa yang istimewanya perpisahan ini sampaikan terlalu banyak orang bercakap tentangnya? Di mana lebihnya perpisahan ini sehingga banyak airmata gugur kerananya?

Bukankah pertama kali kita dipertemukan oleh Allah swt, kita telah tahu kita akan berpisah? Bahkan sebelum bertemu lagi kita sudah tahu akan fitrah ini. Tapi mengapa?

Mari semua. Mari bayang wajah-wajah orang-orang yang paling kita sayang dan cinta. Senaikan nama-nama mereka si atas satu kertas, dan simpan dalam dompet supaya senang dibawa kemana-mana. Lihat. Nescaya sampai satu ketika, kertas itu akan dilupakan kewujudannya.




Bila diingati semula nanti, hati mungkin akan terusik dek kenangan. Kenangan tentang airmata yang pernah tumpah, tentang senyum yang pernah terukir, tentang cinta yang pernah ada.

Bila diingat semula nanti, kertas itu sudah menjadi rapuh, kekuningan, hampur koyak, dan hati kita tak akan lagi berfikir tentang isinya. Cuma yang harus kita fikirkan – apa kesannya untuk perjalanan hidup kita? Untuk Dunia dan Akhirat kita? Sedikit sekali. Atau mungkin memang tiada…

Resam air.

Di dunia, air bersifat lembut dan menyenangkan. Bila ia mengena tubuh kita, saat kita bangun dari lena dan bersuci, ternyata ia melegakan. Tubuh jadi segar dan hati jadi bersemangat untuk memulakan hidup yang baru.

Di dunia juga, bila kita diuji dengan kesedihan, kita seperti seorang yang terjaga dari tidur. Tubuh yang tidak bermaya, semangat yang pudar, seakan dikejut oleh luahan airmata. Terasa lega bila dapat melepaskan sesuatu yang terpendam tanpa perlu berkata-kata.

Ada orang mengambil semangat dari airmata. Fitrah.

Tidakkan Rasulullah saw mengalirkan airmata di saat kematian kematian anak, isteri, dan bapa saudara Baginda? Fitrah.

Manusia diciptakan lemah dan pelupa, jadi kita selalu berdosa. Atas dasar ini, para ulama tidak malu untuk hidup dengan airmata. Airmata yang mengalir kena pada tempat, tepat pada ayat, lantas membuatkan mereka kuat.

Kita bukan Nabi untuk jadi manusia sempurna. Kita tidak terpelihara dari dosa. Kita tak kuat untuk mengaku begitu tabah dan ego untuk tidak menangis. Kita hanya pendatang biasa yang singgah sebentar di Dunia. Dalam perjalanan ini, kita mungkin bertem dengan pelbagai ragam. Akan ada rasa sayang di setiap tempat yang kita ukirkan. Pada beberapa benda yang berharga menurut pandangan kita, kita akan tumpahkan cinta padanya.antara benda berharga itu adalah manusia.

Klau dilihat dari sudut dunia, semakin kita beri semakin kita akan kekurangan. Seperti gelas yang diminum airnya, ruang-ruang kosong di dalam gelas itu juga akan kurang. Sebelum kita menumpahkan air mata, fikirkan apa urusan kita – Dunia dan Akhirat.

Adakah di Akhirat, ia akan kekal dengan sifat airnya yang tenang dan memadamkan? Mampukah air mata tadi memadamkan api-api neraka jika ia bukan tumpah untuknya? Air hanya berguna jika disimbah untuk memadamkan api.Bukan di semua tempat air memadam dan menenangkan. Ada ketika, air tidak boleh memadamkan bahkan api semakin lahap dan lahab (menjulang). Orang yang terluka dan cedera juga tak boleh terkena air.

Syariat memahami. Lalu memberi kelonggaran untuk menggunakan debu sebagai ganti. Dari sudut mana debu itu nampak bersih, apatahlagi membersihkan? Jauh lagi menghembuskan ketenangan. Lalu untuk apa?

Hikmah Yang Tersirat.

Sepertimana kita tak tahu hakikat debu itu sehingga boleh menggantikan air, kita juga takkan tahu banyak benda. Kita bahkan tak ada kekuatan untuk memahami keperluan diri. Lalu bila Allah sempurnakan sesuatu untuk kita, tak perlu kita membantah.

Mungkin antara hikmahnya, Allah swt ingin kita jadi seorang hamba yang mengaku hamba. Bila disuruh buat, kita mesti taat! Ketahui, dan percaya bahawa kehidupan ini urusan Allah swt.

Perpisahan ini, walau menyedihkan, walau menumpahkan air mata, sama-sama kita berpesan. Jangan sampai kita jadi seperti si jahil yang cuba mempersoal;

“Untuk apa pertemuan, kalau kita ditakdirkan untuk berpisah”
i lu islam

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...