Selasa, 28 Julai 2015

Jangan Pernah Panggil “Ummi-Abi” Pada Pasangan

pasangan1
Apakah dengan pasangan sering memanggil dengan sebutan abi-ummi, atau ayah-bunda, atau bapak-ibu?
Banyak yang menyebut demikian dengan alasan untuk membiasakan anak memanggil orangtuanya. Akan tetapi ketika sedang berdua dengan pasangan pun, jadinya terbiasa dengan panggilan Ummi-Abi, Ibu-Bapak, dan lainnya. Sebenarnya lebih baik memanggil pasangan kita dengan panggilan mesra terutama ketika hanya berduaan saja.
Secara psikologis, memanggil pasangan dengan sebutan Ummi-Abi, Ayah-Bunda, akan menghilangkan keromantisan antar pasutri. Beberapa pakar psikologi menganggap panggilan demikian akan memudarkan kemesraan antar pasutri, bahkan bisa jadi menghilangkan semangat bercinta.
Selain itu, apakah Rasulullah mencontohkan memanggil pasangan dengan sebutan demikian?
 
Dalam kitab Ar-Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ juz 3/195, terdapat penjelasan berikut (yang artinya), “Dan dibenci memanggil salah satu di antara pasutri dengan panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram, seperti istri memanggil suaminya dengan panggilan ‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku).”
Jadi, memanggil istri dengan “ukhti” (yang berarti “saudariku”) atau “dik” (yang maksudnya “adikku”) juga dibenci karena termasuk mahramnya, walaupun tidak berniat menyamakan dengan saudarinya. Keterangan ini dikuatkan pula di dalam kitab Al-Mughni juz 17/199, pasal “Dibenci bagi seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan orang yang termasuk mahramnya, seperti suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku), ‘Ukhti’ (saudariku), atau ‘Binti’ (putriku).”
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanadnya dari Abu Tamimah Al-Juhaimi, “Ada seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud: 1889)
Akan tetapi, hadits ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya adarawi yang majhul (tidak disebut namanya). Dijelaskan pula di dalam Syarah Sunan Abu Daud, yaitu ‘Aunul Ma’bud: 5/93, bahwa haditsnya mudhtharrib (guncang) sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Sebaiknya, jika pun ingin memanggil ummi dan abi, tambahkan nama anak di belakangnya. Misalnya “Abi Fathiya”, sehingga kita tidak lagi memanggil pasangan seolah-olah ia adalah ibu/bapak kita, melainkan ibu/bapak dari anak kita.
belogfadah

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...