Soalan : Saya nak tanya...adakah salafi itu sesat...sedangkan mereka pandu pada al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW?
Jawapan : Umat
Islam perlu berhati-hati untuk membuat dakwaah sesuatu kumpulan itu
sesat atau tidak. Jika jelas sesat darisegi akidah, ibadah, amalan
zikir, menolak hadis, menolak hukum Allah SWT, menghalakan yang
diharamkan oleh Allah SWT . Kumpulan yang jelas sesat terdapat di dalam
laman web JAKIM dan bahagian penyelidikan JAKIM telah menyenaraikan dan
mewartakan 56 ajaran sesat yang terdapat di Malaysia.. Kumpulan Salafi
tidak tersenarai di dalam ajaran sesat yang diputuskan oleh pihak JAKIM.
Bahaya Menuduh Orang dengan Kata Kafir Atau Fasiq
BAHAYA MEMANGGIL DENGAN KAFIR ATAU FASIQ
عَنْ
أَبِي ذَرٍّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ
يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا
وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ دَعَا رَجُلًا
بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ
عَلَيْهِ
Dari Abu
Dzar, dia mendengar Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa sallam
bersabda,“Tidak ada seorang lelakipun yang mengakui bapa kepada orang
yang bukan bapanya padahal ia tahu (kalau itu bukan bapanya), kecuali
dia telah kufur. Barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan haknya,
bererti dia tidak termasuk golongan kami dan hendaklah ia menempati
tempat duduknya dari api neraka. Dan barangsiapa yang memanggil
seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak
kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.(Hadis Riwayat
Bukhari dan Muslim)
TAKHRIJ HADIS
Hadis dari
sahabat yang mulia Abu Dzar Al Ghifari ini, diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam shahihnya di dua tempat; kitab Al Manaqib, Bab Nisbatul
Yaman Ila Isma’il, hadits no. 3317 dan kitab Al Adab, Bab Ma Yanha Minas
Sibab Wal La’ni, hadits no. 5698 dan Imam Muslim dalam shahihnya, kitab
Al Iman, Bab Bayan Hali Iman Man Raghiba An Abihi Wahua Ya’lam, hadits
no. 214.
SYARAH HADIS
1. Sabda
Rasulullah yang maksudnya: Tidak ada seorang lelakipun yang mengakui
bapa kepada orang yang bukan bapanya padahal ia tahu, kecuali dia telah
kafir.
Mengakui
orang lain sebagai orang tua kandung, padahal bukan orang tuanya
termasuk dosa besar. Kebiasaan seperti banyak dilakukan oleh orang kafir
Quraisy pada zaman dulu untuk mencari kebanggaan. Kemudian kebiasaan
ini dilarang oleh agama Islam. Bahkan dalam hadis di atas, perbuatan
seperti ini dianggap sebuah kekufuran. Kata kufur disini mengandung dua
makna. Pertama, kafir yang sebenarnya jika perbuatan ini dianggap halal.
Dan makna kedua, iaitu kufur (tidak bersyukur) terhadap nikmat,
kebaikan, hak Allah dan hak orang tua.
Kekufuran
yang disebutkan dalam hadis ini bukanlah kekufuran yang mengakibatkan
seseorang murtad dari agama ini. Kata kufur disini, bermakna sama dengan
kata kufur yang terdapat dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
sallam.
أُرِيتُ
النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ
أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ
الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ
مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Aku
diperlihatkan neraka, tiba-tiba (aku lihat) kebanyakan penghuninya
adalah perempuan yang kufur. Beliau ditanya,”Apakah mereka kufur kepada
Allah?” Baginda menjawab,”Mereka kufur kepada suami dan kebaikannya.
Jika engkau berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka selama
setahun, kemudian melihat sesuat yang mengecewakan, dia akan
berkata,’Saya tidak pernah melihat kebaikanmu sedikitpun’. (Hadis
Riwayat Bukhari)
Rasulullah menjelaskan kata kufur disini dengan kufur kepada suami dan kebaikan. (Lihat Syarah Shahih Muslim, 2/237)
Jadi orang
yang mengakui orang lain sebagai bapanya, padahal dia tahu itu bukan
bapanya, maka dia telah kufur terhadap orang tuanya. Padahal orang
tuanya merupakan orang yang paling berhak padanya. Orang tuanya telah
melahirkan, mendidik dan memeliharanya. Kerananya Allah meletakkan
kewajiban bersyukur kepada kedua orang tua setelah kewajiban bersyukur
kepada Allah. Sebagaimana firmanNya,
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
Maksudnya, "Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu." (Surah Luqman ayat 14 )
2. Sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam yang ertinya : "Barangsiapa
yang mengakui yang bukan haknya, bererti dia tidak termasuk golongan
kami dan hendaklah ia menjadikan tempat duduknya dari api neraka."
Kata dakwa ( الدعوى ) , maksudnya seseorang mengakui sesuatu sebagai miliknya, haknya atau yang sejenisnya.
Sedangkan
menurut syar’i, dakwa adalah mengaku berhak atas sesuatu yang sedang
berada dalam tanggungan seseorang, atau berada di tangan orang lain atau
yang sejenis nya.
Sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam diatas memiliki makna yang umum. Mencakup
semua pengakuan, baik mengaku memiliki, mengaku berhak, mengaku anak
atau yang lainnya. Semua itu masuk dalam pengertian hadis tersebut.
Adapun
sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, bererti dia bukan
golongan kami, maksudnya ialah ia tidak berada di atas sunnah kami dan
tidak berada di atas jalan kami yang indah. Baginda tidak bermaksud
mengkafirkan orang ini, meskipun secara zahir ucapan ini mengkafirkan.
Dalam masalah pengakuan ini, terdapat juga hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
لَوْ أُعْطِيَ النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ وَلَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعَى
Kalau
seandainya orang-orang itu diberi sesuai dengan pengakuan mereka, tentu
mereka akan mengaku berhak atas darah atau nyawa orang dan harta orang,
akan tetapi wajib atas orang yang mengaku mendatangkan bukti.
Maksudnya,
jika seseorang diberikan hanya berdasarkan pengakuan saja, maka boleh
jadi ada orang yang mengaku berhak atas nyawa seseorang dengan tuduhan
sebagai pembunuh atau sejenisnya. Maka wajib atas orang yang mengaku
atau menuduh untuk mendatangkan bukti nyata dan wajib atas orang yang
tertuduh itu bersumpah untuk membela diri, jika memang dia tidak benar.
Dalam hadis yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,
الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ
Penuduh wajib mendatangkan bukti dan orang yang tertuduh wajib bersumpah. (Hadis Riwayat Tirmidzi)
Mengenai
sabda baginda hendaklah dia menempati rumahnya dari api neraka, para
ulama berpendapat, bahawa ungkapan itu berkisar antara doa baginda atau
pemberitahuan. Tetapi dengan lafaz perintah. Imam Nawawi mengokohkan
pendapat yang kedua, Beliau berkata, ”Itu pendapat yang paling jelas
diantara dua pendapat.”
Maksudnya
orang yang mengaku-ngaku terhadap sesuatu yang bukan haknya, maka dia
akan mendapatkan balasan berupa tempat tinggal dari api neraka. Namun
ini bukan bererti, bahawa balasan itu pasti akan didapatkan, kerana
boleh jadi ia bertaubat sebelum mati, lalu Allah menerima taubatnya dan
mengampuni orang tersebut sehingga terbebas dari siksa.
3. Sabda
Rasulullah yang ertinya: Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan
panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka
tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.
Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda,
عَنْ
أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا
بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ
لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
Dari Abu
Zar radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah Sallallahu ‘Aaihi Wa
sallam bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata
fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan
kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang
dituduhkan. (Hadis Riwayat Bukhari)
Dua hadis
diatas menjelaskan kepada kita bahaya ucapan kafir. Tuduhan kafir yang
ditujukan kepada seorang muslim, pasti akan tertuju kepada salah
satunya, penuduh atau yang dituduh.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda.
إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
Apabila ada
seseorang yang mengkafirkan saudaranya (seiman-red) maka salah satu
dari keduanya akan tertimpa kekufuran. [Hadis Riwayat Muslim)
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
Barangsiapa
yang berkata kepada saudaranya, “hai orang kafir,” maka kata itu akan
menimpa salah satunya. Jika benar apa yang diucapkan (bererti orang yang
dituduh menjadi kafir); jika tidak, maka tuduhan itu akan menimpa orang
yang menuduh. [Hadis Riwayat Muslim].
Jika
panggilan itu keliru, ertinya orang yang dipanggil kafir tidak benar
kafir, maka kata kafir akan kembali kepada orang yang memanggil. Wal
iyadzu billah. Jika benar, maka dia selamat dari resiko kekafiran atau
kefasikaan, namun bukan bererti ia selamat dari dosa. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Hajar. [2] Maksudnya, orang yang memanggil
saudaranya dengan kata kafir atau fasiq, meskipun benar, namun boleh
jadi ia menanggung dosa. Misalkan jika maksud dan tujuannya untuk
mencela, membongkar aib orang di masyarakat atau memperkenalkan orang
ini. Perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan. Kita diperintahkan untuk
menutupi aib ini kemudian membimbing dan mengajarinya dengan lemah
lembut dan bijaksana. Sebagaimana firman Allah,
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
Berserulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan dengan nasihat yang baik. (Surah An Nahl ayat 125)
Selama
masih boleh dibimbing dengan lemah lembut, maka jalan kekerasan tidak
boleh ditempuh. Dan juga, panggilan kafir dan fasiq sering membuat orang
menjadi marah. Lalu syaithan mendorongnya untuk terus-menerus melakukan
perbuatan dosa. Sehingga kadang ada yang mengatakan,“Ya saya ini
kafir,” kemudian terus-menerus berbuat dosa.
*sumber tanyalahustaz58.blogspot.my/ detik islam
Tiada ulasan:
Catat Ulasan